Kamis, 15 Januari 2009

LINTASAN SEJARAH ADANYA DESA SATRIA

Om Awighanam Astu Namah Siwa Buddhaya.

Penulisan sejarah suatu desa tidak dapat dipisahkan dengan keadaan/situasi jaman atau kerajaan,baik keadaan yang lebih dahulu dan sesudahnya sehingga merupakan rangkaian yang tak terputuskan,sehingga saling mengkait antara satu dengan yang lainnya. Namun dalam pengumpulan data memang banyak menemui hambatan karena kurangnya catatan-catatan secara kronologis dan informasi yang mendukung.Kendatipun demikian dengan keterbatasan data dan informasi kami mencoba menulis sejarah keberadaan Desa Satria,yang dikumpulkan dari babad atau sejarah yang ada dan informasi para orangtua/leluhur yang secara turun-temurun menceritakan tentang keberadaan Desa Satria itu yang terbagi 4 tahapan utama yaitu :

1.Masa akhir zaman Kerajaan Gelgel tahun 1630-1677
2.Masa Kerajaan Klungkung tahun 1677-1908
3.Masa penjajahan Belanda dan Jepang tahun 1908-1945
4.Masa Kemerdekaan R I sampai sekarang tahun 1945 sampai sekarang



1. Masa akhir kerajaan Gelgel tahun 1630-1677

Dalem Dimade Dinobatkan menjadi raja Gelgel ke V1, sebagai pelanjut Dinasti Sri Kresna Kepakisan pada tahun 1630 menggantikan Dalem Segening, Patih Agung Kryan Agung Maruti Sebagai patih utama , mengadakan pemberontakan terhadap raja karena intrik dari para pembesar kerajaan tahun 1651sehingga Dalem Dimade beserta putra dan para pengiring setia mengungsi ke Guliang Bangli. Kendatipun Gelgel dikuasai oleh Kryan Agung Maruti, namun para penguasa wilayah diluar Gelgel tidak mengakui sebagai raja Bali. Atas upaya Anglurah Sidemen pada tahun 1677 setelah 26 tahun Gelgel dibawah kekuasaan Kryan Dalem Maruti, dilaksanakan penyerangan kembali atas Gelgel bersama sama dengan para penguasa wilayah yang masih setia terhadap raja Dalem Dimade. Dengan kesepakatan yang diambil dalam pertemuan di Ulah Sidemen dibawah pimpinan Ida I Dewa Jambe putra dari Dalem Dimade penyerangan atasGelgel dilaksanakan dari segala penjuru yakni dari Selatan dengan bermarkas disebelah barat Jumpai dibawah pimpinan perang I Gusti Ngurah Pemedilan dari Badung, dari arah barat laut oleh pasukan Denbukit dibawah pimpinan I Gusti Panji Sakti dengan Panglima perang KiTambang Sampan dengan Taruna Goaknya bermarkas di Penasan Aji. Sedangkan dari arah utara – timur laut pasukan Sidemen, Bangli dan Bengkel dibawah pimpinan
Anglurah Sidemen bermarkas disebelah selatan Desa Sumpulan (Paksebali sekarang), pada suatu wilayah bengang yang disebut wilayah kekeran (keker =kokoh =benteng = markas komando). Karena dari sini seluruh penyerangan atas Gelgel dikordinasikan, Ida I Dewa Jambe bermarkas di Dawan dengan pasukan dibawah kawalan Pangaren Paketan. Perang tak dapat dielakkan yang berakhir dengan larinya Maruti kedaerah Jimbaran dan Gelgel dibumi hanguskan sampai rata dengan tanah.


2. Masa kerajaan Klungkung tahun 1677-1908.

Dengan hancurnya Gelgel, maka atas prakarsa Anglurah Sidemen dan saran Ida Pedanda Gede Buruan, karena Gelgel sering mengalami pemberontakan-pemberontakan maka istana kerajaan dibangun didesa Klungkung sebelah utara Gelgel dan selama pembangunan istana Ida I Dewa Jambe beristana di Ulah Sidemen. Setelah 9 tahun pembangunan pada tahun 1686 istana kerajaan selesai dinamakan Semarajaya sedangkan ibukota kerajaan dinamai Semarapura. Pada saat I Dewa Jambe dinobatkan sebagai raja Klungkung I bergelar Ida I Dewa Agung Jambe dan gelar Dalem mulai ditanggalkan. Beliau berputra 3 orang laki-laki yaitu tertua Ida I Dewa Agung Made, penengah Ida I Dewa Agung Anom, dan yang bungsu Ida I Dewa Agung Ketut Agung. Sebagai pengganti raja adalah Ida I Dewa Agung Made yang dinobatkan pada tahun 1705, sebagai raja Klungkung yang kedua. Sedangkan adik beliau Ida I Dewa Agung Anom menjadi raja Sukawati Gianyar yang dinobatkan pada tahun 1711 dan Ida I Dewa Agung Ketut Agung kembali ke Gelgel beristana dikarang Kepatihan, bekas tempat tinggal Kryan Agung Maruti sebelah utara pasar Gelgel (Puri Kanginan Gelgel sekarang). Diceritakan Ida I Dewa Agung Made memperistri putri raja Karangasem bernama I Gusti Ayu Karang dengan abiseka Ida I Dewa Agung Istri Karang Didalem pada tahun 1711 dan mengangkat putra bernama Ida I Dewa Agung Gede beribu dari Diah Pegambuhan beristana di Puri Agung Denpasar (Komplek BRI,Kantor PU dan Jawatan Pegadaian sekarang serta Taman Lila Arsana). Sedang putra raja kedua Ida I Dewa Agung Made beribu dari Gunaksa diangkat putra oleh permaisuri berasal dari putri raja Mengwi abiseka Ida I Dewa Agung Istri Pacung dan putra ketiga Ida I Dewa Agung Ketut Rai beristana di Akah. Dengan adanya 2 putra mahkota jelas akan terjadi kesalah pahaman, siapa pengganti raja Klungkung dikemudian hari. Keributanpun tak bisa dihindarkan, maka terjadilah puncak perselisihan ketika dilaksanakan sabungan ayam di Bencingah Puri Agung Denpasar (komplek pasar senggol dan tragia) yang berakhir dengan adanya perang antara kedua pihak. Namun dengan diketahui Ida I Dewa Agung Gede mendapat bantuan dari pihak raja Karangasem, maka rakyat Klungkung memihak kepada Ida I Dewa Agung Dimadya. Dengan keadaan yang demikian itu Ida I Dewa Agung Gede menuju Puri Akah memberitahukan hal tersebut dan akhirnya beliau menetap di Desa Talibeng yaitu wilayah kekuasaannya. Tahun 1754 atas permintaan raja Karangasem I Gusti Ketut Karangasem paman beliau wilayah Talibeng dan sekitarnya seperti Lebu, Tohjiwa, Temage, Cegeng, Sangkanhaji, Pemurugan ditukar dengan wilayah Tamanbali daerah kekuasaan Karangasem yang dikalahkan pada tahun 1750. Dengan hal itu Ida I Dewa Agung Gede menjadi raja Tamanbali mulai tahun 1754. Selama 16 tahun beliau berkuasa di Tamanbali akhirnya mangkat karena usia lanjut. Dalam persiapan upacara pretiwa (pelebon), putra beliau Ida I Dewa Agung Gede Putra menghadap ke Semarapura untuk memohon pinjam selonding tapi ditolak karena akan dipakai. Maka tepat pada hari pelebon di Tamanbali, raja Klungkung Ida I Dewa Agung Made juga diupakarakan atiwa-tiwa oleh putra-putra beliau. Mungkin ini titah Ida Sang Hyang Widhi Wasa, ini terjadi tahun 1770.
Pada tahun 1776 atas prakarsa I Dewa Manggis Karang, raja Gianyar yang ke IV, diseranglah Tamanbali yang dipimpin oleh putra I Dewa Gede Tangkuban mantan raja Tamanbali yang dikalahkan oleh Karangasem. Dengan hal tersebut masyarakat Tamanbali sebagian besar memihak kepada putra mahkota raja yang bernama I Dewa Raka dan I Dewa Gde Rai, sehingga melihat gelagat itu Ida I Dewa Agung Gde Putra kembali menuju Klungkung bersama dengan rakyat yang setia. Setibanya di Klungkung, istana Puri Agung Denpasar ditempati oleh I Dewa Agung Panji, putra tertua dari Ida I Dewa Agung Made beribu dari Denbukit. Karena tidak ada tempat akhirnya diputuskan menuju Karangasem meminta pertimbangan kepada paman beliau. Tidak begitu lama di Amlapura beliau disarankan untuk kembali ke Klungkung, tapi beliau sangat malu untuk ke Semarapura. Namun sebelum sampai di Semarapura beliau beristirahat karena waktu menjelang malam disuatu wilayah antara desa Sampalan Tengah dan Sampalan Kaja (daerah bengang , wilayah Kekeran, bekas markas komando pada saat penyerangan Gelgel). Akhirnya daerah ini dipakai puri dengan pemukimanya dan setelah selesai diberi nama Desa Satria dengan batas disebelah utara sampalan kaja disebelah timur Desa Gunaksa, disebelah selatan Desa Sampalan Tengah dan disebelah barat Tukad Unda. Dengan selesainya pemukiman ini didasari atas catur pata dan asta bumi, kaum puri berada disebelah timur perempatan Agung maka dinamai Puri Kanginan Desa Satria. Setelah lama desa ini banyak dihuni, datanglah dari Puri Agung Semarajaya putra Ida I Dewa Agung Made yang beribu dari Sampalan. Bernama Ida Cokorda Gede Raka membangun puri sebelah barat perempatan Agung dinamai puri Kawan dan demikian juga adanya Puri kaleran Desa Satria, karena putra dari Ida I Dewa Agung Panji bernama Ida Cokorda Gede Mayun mbangun puri disebelah utara perempatan Agung Desa Satria. Pada saat pembangunan pemukiman di desa Satria, desa sekitarnya sudah ada terlebih dahulu seperti desa Sampalan Kaja ( Paksebali Sekarang) Pura dalem Kenanga (sebelumnya bernama Dalem Puri) berlokasi di Sampalan Tengah. Sedangkan Desa Adat Satria kendatipun berlokasi di Sampalan Tengah, sekitar Desa Adat Sampalan tetapi tidak termasuk dijajarannya.
Sekarang dikisahkan di Puri Agung Kanginan Satria , Ida I Dewa Agung Gede Putra dan permaisurinya bernama I Dewa Agung Istri Muter tidak berputra, sehingga beliau mengangkat putra dari Puri Agung Semarajaya putra dari Ida I Dewa Agung Sakti yang beribu adik dari Ida I Dewa Agung Gede Putra bernama Ida I Dewa Agung Gde Rai, berarti putra angkatnya ini adalah keponakan beliau sendiri dengan para pengiringnya yakni I Dewa Ketut Babakan, dengan Bagawanta Ida Pedanda Gde Kemenuh dari Gria Kamasan. Disamping itu beliau juga membangun pasar yang berada disebelah selatan bencingah bernama pasar Satria (sekarang SD. NO.2 Paksebali). Pada saat ini atas petunjuk Ida Pedanda Gde Kemenuh beliau mulai membangun pemerajan Agung dan nuur Ida Betara Dalem Agung di Klungkung, dan diistanakan di Pura Dalem Agung Satria yang berlokasi di desa Paksebali (sekarang)

3. Masa penjajahan Belanda dan Jepang .

Dengan kekalahan Klungkung dalam perang Puputan tanggal 28 April 1908 secara langsung kerajaan Klungkung dibawah pemerintahan Hindia Belanda. Dengan stb. 1929 no. 226 Belanda membentuk 8 negara di Bali, termasuk Klungkung dan negara ini disebut Zalf Landscapen/ swapraja sampai ketingkat bawah (desa) sehingga desa adat yang ada langsung menjadi desa perbekelan (sebutan bali) . Begitu juga kekalahan Belanda oleh Jepang, akan tetapi sistem pemerintahan tetap Bali sesuai dengan Agama Hindu.

4. Masa Kemerdekaan RI tahun 1945 sampai sekarang.

Dalam masa kemerdekaan setelah Jepang bertekuk lutut dengan Sekutu, pemerintahaan tetap dengan sistem lama (perbekelan) , yakni pemerintahan di desa dipegang oleh Perbekel dengan pembantu- pembantunya disebut pengliman yang langsung juga menjadi kelian banjar di masing- masing banjarnya, yang mempunyai tugas rangkap baik di bidang administrasi pemerintahaan dan masalah adat istiadat termasuk keagamaannya, Dengan dikeluarkannya UU Pemerintahan Desa No 5 tahun 1979 Pemerintahan Desa terjadi dualisma pemerintahan di desa pekraman dengan adanya desa dinas dan desa adat dengan segala perangkatnya. Keluarnya UU No 5/1979 Desa Satria berstatus desa perbekelan dengan Perbekel Ida Anak Agung Putu Tupug dari Puri Kawan Satria. Karena adanya gejolak politik menjelang meletusnya G. 30 S maka pada awal 1963 pemerintahan desa diserahkan kepada Pemerintahan Daerah TK. II Klungkung yang pada saat itu dijabat oleh Bupati Tjokorda Anom Putra dan warga masyarakat desa Satria dalam urusa surat menyurat kedinasan dilimpahkan di bawah perbekelan Desa Paksebali dibawah IGusti made Geria.


Sumber Pustaka.
1. Perang Jagaraga (1846-1849) oleh Dr Sugiyanto Sostrodiwiryo.
2. I Gusti Panji Sakti Raja Buleleng 1599-1680.
3. Kupu- Kupu kuning yang terbang di Selat Lombok oleh A. A. Ketut Agung.
(Lintasan sejarah kerajaan Karangasem 1667-1950).
4. Bangli Tempo dulu oleh I Wayan Sringgin Wikraman.
5. Babad Dalem – milik Ida Bagus Rai Pidada.
6. Sejarah Klungkung sampai dengan Puputan Klungkung oleh Ida Bagus Rai
Pidada.
7. Arsip pemerintahan Perbekelan Satria.
8. Catatan babad/ sejarah milik orangtua Penulis.















RESUMI
· Masa akhir Pemerintahan Raja Gelgel Ida Dalem Dimade pada tahun 1651, (dengan adanya pemberontakan oleh Kryan Agung Maruti) dan beliau mangkat di Guliang. Atas desakan Anglurah Sidemen terhadap Ida I Dewa Jambe putra dari Dalem Dimade dan kesepakatan para penguasa wilayah yang masih setia terhadap Dalem, Gelgel digempur dari segala arah. Sebagai pusat komando adalah markas/ benteng yang berada disebelah selatan Desa Sumpulan (Paksebali) disebut karang kekeran (benteng, keker= kokoh) tempat para Kesatria mengatu strategi dalam perangGelgel tahun 1677.

1. Masa pemerintahan Kerajaan Klungkung, Raja Klungkung k II Ida Dewa Agung
Dimadya (Made) mengangkat 2 orang putra mahkota yaitu Ida I Dewa Agung Gede diangkat oleh permaisuri dari putra raja Karangasem dan Ida I Dewa Agung Made diangkat oleh permaisuri dari putra raja Mengwi Dengan adanya 2 putra mahkota, terjadi kesalahanpahaman dan terjadilah perselisihan yang memuncak dengan mengungsinya Ida Idewa Agung Gede ke desa Talibeng dan akhirnya keTamanbali sebagai raja setelah ditukar oleh raja Karangasem dengan wilayah Talibeng pada tahun 1754.Pada tahun 1770, Tamanbali diserang oleh putra mahkota raja Tamanbali I Dewa Tangkuban, akhirnya putra dari Ida I Dewa Agung Gede pergi ke Klungkung dan lanjut ke Karangsem. Tidak lama di Karangasem disarankan pulang ke Klungkung oleh pamannya dan membangun pemukiman diwilayah kekeran disebelah selatan desa Sumpulan dinamakan desa Satria, yaitu tempat berkumpulnya para kesatria dalam mengatur strategi dalam perang melawan Gelgel tahun 1677 lalu. .

5 komentar:

giobio mengatakan...

hei kita saudara aku dewa made yoga anaknya anom batan klecung. ada foto niang ebuh. katanya mama om agung dwi anaknya siapa?
katanya juga kenal nggak sama om sumantra? kenal jung de sayang maha juga nggak?

Astawa Dewa Gede mengatakan...

Hay, Gung Salam kenal nih, Tiang Dewa Gede Dari Gianyar, dan itu sejarah ttg Desa Satria apa udah termasuk di dalam Satria Taman Bali ? Tapi contennya apik kali. Dan Tiang sangat menyukai tata cara penulisannya.


Dewa Gede

agung dwiputra mengatakan...

sareng sami...
ampura baru balas.

buat made yoga:
bilang sama mamanya tiang dari kajakauh, anak dari anak agung sayang swastika

ayo gabung di facebook kenalan ama saudara yang lain di stgemapusaka@gmail.com
suksma

agung dwiputra mengatakan...

buat pak dewa gede astawa:
menurut penglingsir tiang desa satria berasal dari keluarga puri klungkung.
jika desa satria taman bali merupakan saudara dari puri klungkung, bapak bisa mencarinya di babad dalem.
suksma, salam kenal mewali.

Unknown mengatakan...

Om Swastyastu
tulisan yang sangat berguna wi, bung karno pernah berkata Jangan sekali-kali kita melupakan sejarah, ini salah satu contohnya, tiyang jadi bisa belajar banyak hal wi, suksma atas tulisannya ini, semoga bermanfaat bagi kita semua
Om Santhi, Santhi, Santhi, Om